Jumat malam, waktu pulang kerja, saya melewati perempatan lampu merah yang sedang menyala merah, sebagai tanda berhenti. Banyak anak-anak & remaja sedang asyik menunggu klien, istilahnya sedang menunggu siapa yang mau membayar hasil olah vokal mereka, sambil melakukan obrolan ala anak jalanan.
Banyak macamnya perangkat yang mereka miliki, namun paling banyak adalah sejenis marakas dengan inovasi mereka sendiri, menggunakan botol plastik kosong yang diisi dengan beras. Hampir di setiap lampu merah, pasti ada anak yang menggunakan alat ini. Alat yang berguna dan murah meriah.
Ceritanya, ada seorang anak, sebut saja Asep, yang sedang membuka tutup botolnya dan asyik memainkan isinya. Ada anak lain datang, sebut saja Rudi, lalu dia berkata ke Asep
"Sini, gue stem-in",
sambil menunjuk ke arah botolnya Asep. Asep-pun menyerahkan botol tersebut ke Rudi. Rudi mencoba membunyikan alat inovasi tersebut, trus berkata
"Ini kurang 3 biji nih", lalu berujar kembali
"Eh salah dikurangi 2 biji". Sambil melihat Asep, Rudi berkata
"Gue ambil ya 2 bijinya". Asep-pun mengangguk-anggukan kepala tanda setuju. Setelah diambil biji tersebut dan dicoba.
"Nah udah bener nih suaranya, benerkan..." ucap Rudi.
Dan anak-anak lain yang ikut mendengar-pun tertawa, sambil berucap
"Mana bisa kayak gituan di-stem, ha ha ha".
"Sini, gue stem-in",
sambil menunjuk ke arah botolnya Asep. Asep-pun menyerahkan botol tersebut ke Rudi. Rudi mencoba membunyikan alat inovasi tersebut, trus berkata
"Ini kurang 3 biji nih", lalu berujar kembali
"Eh salah dikurangi 2 biji". Sambil melihat Asep, Rudi berkata
"Gue ambil ya 2 bijinya". Asep-pun mengangguk-anggukan kepala tanda setuju. Setelah diambil biji tersebut dan dicoba.
"Nah udah bener nih suaranya, benerkan..." ucap Rudi.
Dan anak-anak lain yang ikut mendengar-pun tertawa, sambil berucap
"Mana bisa kayak gituan di-stem, ha ha ha".
Cerita itu-pun selesai terdengar saat lampu lalu lintas berubah ke hijau. Saatnya saya melanjutkan perjalanan dan juga kehidupan.
Comments
Post a Comment